Orang yang Berkah Umurnya (1)


Ada orang yang hidup hingga berumur ratusan tahun tapi tidak pernah sedikitpun menorehkan karya yang bermanfaat bagi umat. Di sisi lain ada orang yang wafat di usia muda tapi sudah banyak karya yang telah beliau hasilkan. Orang yang pertama, usianya yang panjang tidak membawa manfaat, tidak berkah, dan hanya menambah panjang deretan dosa. Sedangkan orang yang kedua, mendapat keberkahan dari usianya karena menjalani hidupnya dengan kebaikan. 

Imam Nawawi wafat di usia sangat muda, 45 tahun, tetapi beliau telah menulis buku-buku yang bernilai dan menjadi rujukan penting hingga kini. Sungguh sebuah keajaiban, di usianya yang singkat itu beliau telah menulis kitab yang tebal seperti Syarah Shahih Muslim, Al Adzkar, Riyadhus Shalihin, Raudhatuth Thalibin, Bustanul Arifin, dan Minhajuth Thalibin. Bagaimana beliau menjaga waktunya agar tetap produktif dalam berkarya? Beginilah ceritanya...

Imam Adz-Dzahabi mengatakan, "Beliau adalah profil manusia yang berpola hidup sangat sederhana dan anti kemewahan. Beliau adalah sosok manusia yang bertakwa, merasa cukup dengan apa yang ada, menjaga diri dari yang haram, memiliki perasaan selalu merasa di awasi Allah baik di saat sepi maupun ramai. Beliau tidak menyukai kesenangan pribadi seperti berpakaian indah, makan-minum lezat, dan tampil mentereng. Makanan beliau adalah roti dengan lauk seadanya. Pakaian beliau adalah pakaian yang seadanya, dan tempat tidur beliau hanyalah kulit yang disamak."

Iman An-Nawawi setiap harinya belajar 12 mata pelajaran, dan memberikan komentar dan catatan tentang pelajarannya tersebut.

Beliau datang ke Damaskus pada tahun 649 H dan menetap disana yaitu di Madrasah Ar-Rawahiyah. Beliau berkata tentang diri beliau, “Saya menetap disana selama dua tahun. Selama itu, saya nyaris tidak pernah tidur.” Beliau berhasil menghafal kitab At-Tanbih selama 4,5 bulan dan membaca seperempat kitab Al-Muhazzab dengan hafalan.” (Tadzkiratul Huffaz, Adz-Dzahabi)

Abul Abbas bin Faraj berkata, "Syaikh (An-Nawawi) telah berhasil meraih tiga tingkatan yang mana satu tingkatan saja jika orang biasa berusaha untuk meraihnya, tentu akan merasa sulit. Tingkatan pertama adalah ilmu yang dalam dan luas. Tingkatan kedua adalah zuhud yang sangat. Tingkatan ketiga adalah keberanian dan kepiawaiannya dalam beramar ma'ruf nahi munkar."

Ibnu Al-Aththar berkata, "Guru kami, An-Nawawi, di samping selalu bermujahadah, menjaga diri dari yang diharamkan, senang mendekatkan diri kepada Allah, dan mensucikan jiwanya, beliau adalah seorang yang hafal banyak hadits, bidang-bidangnya, rijalnya, dan ma'rifat shahih dan dhaif-nya. Beliau juga seorang imam dalam madzhab fikih."

Ibnu Al-Aththar juga berkata, "Guru kami, An-Nawawi, menceritakan kepadaku bahwa beliau tidak pernah sama sekali menyia-nyiakan waktu, tidak di waktu malam atau di waktu siang bahkan sampai di jalan, beliau terus dalam menelaah dan menghafal."

Rasyid bin Muallim berkata, "Syaikh Muhyiddin An-Nawawi sangat jarang masuk kamar kecil, sangat sedikit makan dan minumnya, sangat takut mendapat penyakit yang menghalangi kesibukannya, sangat menghindari buah-buahan dan mentimun karena takut membasahkan jasadnya dan membawa tidur. Beliau sehari semalam makan sekali dan minum seteguk air di waktu sahur."

Quthbuddin Al-Yuniny berkata, "Beliau adalah teladan zamannya dalam ilmu, menjaga diri dari yang diharamkan, ahli ibadah, dan zuhud."

Syamsuddin bin Fakhruddin Al-Hanbaly berkata, "Beliau adalah seorang imam yang menonjol, hafidz yang mutqin, sangat menjaga diri dari yang diharamkan dan zuhud."

Tidaklah mengherankan bila Imam An-Nawawi memperoleh keberkahan umur karena beliau sendiri mengisi waktunya dengan berbagai kebaikan. Semoga Allah merahmati Imam An-Nawawi dan kita selaku penerusnya dapat meneruskan perjuangannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peran Hadratusy Syaikh Hasyim Asy'ari dalam Perjuangan Bangsa

Manfaat Mempelajari Tafsir Alquran

Akibat Berbuat Zalim

Tiga Sebab Keruntuhan Peradaban Islam di Andalusia

Mengapa Banyak Orang Barat Menjadi Ateis?