Hakikat Malu
“Malu
itu tidaklah datang kecuali dengan membawa kebaikan.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
“Malu itu kebaikan seluruhnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Apa
makna dari dua hadits ini? Bukankah ada saja orang yang malu dari berbuat
kebaikan atau malu meninggalkan kemaksiatan?
Selama
ini sebagian orang salah paham tentang siapa yang dimaksud dengan orang yang
memiliki rasa malu. Mereka mengatakan bahwa rasa malu identik dengan orang
yang pendiam atau orang yang mengurung diri dirumah. Padahal kenyataannya
tidaklah demikian. Toh, bila seorang pendiam disebut punya rasa malu, banyak di
antara mereka yang diam-diam berbuat maksiat. Mereka hanya diam disaat bersama
orang lain tetapi tidak diam disaat sendiri.
Hakikat
rasa malu adalah mendorong seseorang untuk berbuat kebaikan dan menjauhkannya
dari berbuat kejahatan. Jika melakukan hal sebaliknya, maka hal itu bukanlah
rasa malu tapi kelemahan, kehinaan, dan ketidakberdayaan.
Imam
Raghib al-Asfahani rahimahullah mengatakan, “Malu adalah menahan jiwa agar
tidak mengerjakan sesuatu yang tercela. Dan ini termasuk sifat istimewa yang
dimiliki seorang manusia. Malu adalah menahan diri dari mengerjakan segala sesuatu
yang diinginkan oleh hawa nafsunya, sehingga ia tidak menjadi seperti
binatang.”
Imam
Ibnu Muflih rahimahullah berkata, “Hakikat malu adalah perangai yang mendorong
untuk mengerjakan kebaikan dan meninggalkan kejelekan.
Dari
Ummu Salamah Ra., "Ummu Sulaim datang kepada Rasulullah Saw. dan berkata,
"Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu dari kebenaran, apakah
seorang wanita wajib mandi jika ia ihtilam (mimpi basah)?" Beliau
bersabda: "Ya."
Jadi
bisa saja yang berbaur dengan masyarakat mempunyai rasa malu. Orang yang
berjihad di jalan Allah mempunyai rasa malu. Para musafir thalibun mempunyai
rasa malu. Rasa malu tidaklah identik dengan pendiam atau mengurung diri
dirumah. Tapi rasa malu identik dengan mengerjakan kebaikan dan meninggalkan
kejelekan.
Komentar
Posting Komentar