Kesiapan Hati dalam Mendengar Nasehat
Ketika mendengar nasehat, manusia seringkali dihadapkan pada dua kondisi: Pertama, mereka yang belum siap menerima nasehat. Meskipun berada di dalam majelis ilmu, mereka ibarat batu yang diam. Apa yang didengarnya dari telinga kiri, keluar dari telinga kanan. Nasehat yang mereka dengar tidak membawa kebaikan apa-apa bagi dirinya.
Kedua, mereka yang siap mendengar nasehat. Mereka kosongkan hati dan pikiran hanya untuk menerima kebaikan. Hati yang bersih dari segala urusan duniawi, mudah tersentuh oleh nasehat. Tidak heran bila orang seperti ini mudah menangis ketika mendengar nasehat. Setelah mendengarnya, mereka bertekad kuat untuk berbuat lebih baik lagi. Ketika mendengar nasehat tentang keutamaan shalat berjamaah, mereka bertekad untuk shalat berjamaah. Ketika mendengar nasehat tentang keutamaan shalat sunah, mereka bertekad untuk shalat sunah. Ketika mendengar nasehat tentang keutamaan menuntut ilmu, mereka bertekad untuk menuntut ilmu.Dan seterusnya. Kebaikan yang mereka dengar membawa pengaruh yang positif untuk dirinya.
Namun, untuk mempertahankan agar kita tetap pada tekad kita, tidaklah mudah. Seringkali ketika keluar dari majelis ilmu, di mana kita disibukkan dengan urusan duniawi, tekad itu semakin melemah seiring dengan berjalannya waktu.
Agar kita tetap pada kondisi prima, hendaknya kita sering melakukan muhasabah. Salah satu contohnya adalah muhasabah sesudah habis shalat fardhu. Muhasabah dhuhur, yaitu muhasabah dari apa yang telah kita lakukan mulai dari subuh sampai dhuhur. Muhasabah ashar,yaitu muhasabah dari apa yang telah kita lakukan mulai dari dhuhur sampai ashar. Dan seterusnya.
Jiwa yang termotivasi seperti ini akan memberontak jika perilakunya tidak sesuai dengan tabiat dirinya, seperti seorang sahabat Nabi bernama Handzalah. Dia merasa saat berada di dalam majelis Rasulullah Saw., keimanannya bertambah, tekadnya untuk beramal sangat kuat, tetapi ketika keluar dari majelis Rasulullah, tekad itu melemah. Sehingga dia mengecam dirinya sendiri dengan berkata, "Handzalah telah munafik."
Perkataan itu pada hakikatnya bukan menunjukkan Handzalah munafik, tetapi menunjukkan muhasabah dan kesadaran jiwa, betapa bertolak belakangnya keadaan dirinya saat berada di majelis Rasulullah dan saat berada di luar majelis Rasulullah Saw. Apalah artinya amal kita dibanding amal yang dilakukan Handzalah, seorang sahabat Nabi, salah satu dari hamba-Nya yang terbaik, seorang syuhada yang jasadnya dimandikan malaikat.
Komentar
Posting Komentar