Keutamaan Diam atau Berbicara Baik
"Apabila berbicara itu perak,
maka diam dari maksiat kepada Allah adalah emas." (Luqmanul Hakim)
Dalam mengomentari perkataan Luqmanul Hakim ini, penulis kitab Kasyful Khafa menyebutkan, bahwa yang dimaksud "diam" adalah apa yang tidak ada faidah menurut syar'i. Dan kalau ada faidah syar'inya, maka berbicara itu terkadang wajib hukumnya, terkadang juga mandub (terpuji secara syar’i jika dikerjakan dan tidak dicela secara syar’i ketika ditinggalkan).
Dalam mengomentari perkataan Luqmanul Hakim ini, penulis kitab Kasyful Khafa menyebutkan, bahwa yang dimaksud "diam" adalah apa yang tidak ada faidah menurut syar'i. Dan kalau ada faidah syar'inya, maka berbicara itu terkadang wajib hukumnya, terkadang juga mandub (terpuji secara syar’i jika dikerjakan dan tidak dicela secara syar’i ketika ditinggalkan).
Sedangkan Imam Ibnu Rajab Al-Hanbaly menafsirkan dengan
berkata, "Hal itu berarti bahwa mencegah maksiat lebih utama daripada
melaksanakan ketaatan."
Tidak ada orang yang bisa selamat darinya, kecuali dengan
diam. Oleh karena itulah agama memuji sikap diam bahkan menganjurkannya.
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw., "Barangsiapa diam, niscaya akan
selamat." (HR. Tirmidzi)
Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Muadz pernah bertanya
kepada Rasulullah Saw., "Ya Rasulullah, perbuatan apakah yang
paling utama?" Beliau mengeluarkan lisannya, lalu meletakkan jari-jari di
atasnya. (maksudnya, perbuatan yang paling utama adalah menjaga
lisan)." (HR. Thabrani dan Ibnu Abi Dunya)
Muadz bin Jabal berkata, "Aku bertanya kepada
Rasulullah, 'Ya Rasulullah, apakah kita disiksa karena apa yang kita katakan?'
Maka beliau berkata, 'Bagaimana engkau ini, wahai Ibnu Jabal! Manusia tidak
dijerumuskan ke dalam Neraka, kecuali karena apa yang dihasilkan oleh lisan
mereka!' " (HR. Tirmidzi)
Rasulullah Saw. berkata, "Barangsiapa ingin
selamat, hendaknya membiasakan diri diam!" (HR. Ibnu Abi Dunya
dan Baihaqi)
Rasulullah Saw. berkata, "Tahanlah lisanmu,
kecuali untuk kebaikan. Dengan demikian, engkau dapat mengalahkan
setan!" (HR. Abi Sa'id dan Ibnu Hibban)
Syaikh Ali Mahfudz dalam kitab Hidayatul Mursyidin mengutip
perkatan orang-orang bijak: "Tahanlah lisanmu kecuali dari kebenaran yang
engkau nyatakan, atau kebatilan yang engkau bantah, atau dari hikmah yang
engkau sebarkan atau dari nikmat yang engkau mengingatnya."
Komentar
Posting Komentar