Perlukah Menulis Tulisan dengan Tema yang Sama?

Banyak sekali buku dengan tema sama yang ditulis para ulama dulu. Tidak terhitung jumlahnya. Kalau bagi kacamata awam, buat apa menulis buku dengan tema yang sama. Toh sudah ada buku sejenisnya. Lebih baik kita menulis tema yang lain saja. 

Ada benarnya juga menulis tema lain. Tapi apa yang ingin ditulis? Bukan suatu yang mudah untuk menulis sesuatu yang baru. Mungkin saja kita menganggap itu tulisan baru padahal sudah pernah ditulis sebelumnya. Karena ketidaktahuan kita saja kita mengatakannya seperti itu. Novel misalnya, di zaman dulu pun sudah pernah digarap ulama islam. Misalnya Hay bin Yaghzan karya Ibnu Thufail, guru Imam Ibnu Rusyd penulis kitab Bidayatul Mujtahid. Novel filosofis yang konon kemudian difilmkan oleh Tom Hanks lewat judul Cast Away. Novel yang bercerita tentang pencarian spiritual yang mendalam. Bandingkan dengan novel-novel filosofis saat ini sangat banyak jumlahnya.

Sepertinya bukan "apa" tapi "bagaimana". Esensinya sama, bahasanya saja yang berbeda, cara penyampaiannya saja yang berlainan. Bagi saya, bila para ulama berhenti menulis dengan tema yang sama maka mungkin akan berhenti pula rantai periwayatan ilmu dan kemurnian ilmu itu sendiri. Imam Ibnu Hajar Al Asqalani menulis kitab Fathul Bari padahal sebelumnya telah ada ulama yang menulis dengan tema serupa. Misalnya, Al-Kawakibud Durari fi Syarhil Bukhari yang ditulis al-Allamah Syamsudin Muhammad bin Yusuf bin Ali al-Kirmani. Mengenai kitab ini, Ibnu Hajar berkomentar, “Kitab ini merupakan syarah yang sangat berguna. Tetapi banyak mengandung kelemahan dari segi penukilannya yang berasal dari beberapa buku saja.”

Jadi, masalahnya itu disini. Setiap kitab tidak ada yang sempurna. Selalu ada kekurangan di dalamnya kecuali kitabullah. Para ulama menulis untuk saling melengkapi. Setelah Ibnu Hajar pun penulisan tema serupa terus berlanjut hingga kini. Tentu saja syarah-syarah yang ditulis ulama sebelumnya tetap menjadi rujukan. Tidak mungkin Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin tidak membaca dan merujuk kitab Fathul Bari ketika menulis syarah bukharinya. Jadi setiap tulisan yang hadir adalah rantai periwayatan yang terus bersambung hingga kini dan nanti.

Yang kita bicarakan baru tentang Syarah hadits Bukhari. Belum Syarah hadits muslim, Syarah abu Daud atau syarah-syarah hadits yang lain. Atau juga tema seperti sejarah, tafsir, fikih dan sebagainya. Mungkin pada suatu hari nanti anda diamanahi ilmu, jangan ragu untuk menulis meskipun tema-tema serupa sudah banyak ditulis ulama dimasa lalu. Tapi anda harus sadari bahwa Anda tidak akan lepas dari pendapat-pendapat ulama dimasa lalu dalam berbagai madzhab, dalam berbagai disiplin ilmu dan pemikiran. Dari sana kita akan melihat kebijaksanaan dalam perbedaan pendapat. Sehingga kita dapat bersikap adil atasnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peran Hadratusy Syaikh Hasyim Asy'ari dalam Perjuangan Bangsa

Manfaat Mempelajari Tafsir Alquran

Akibat Berbuat Zalim

Tiga Sebab Keruntuhan Peradaban Islam di Andalusia

Mengapa Banyak Orang Barat Menjadi Ateis?