Agar Setiap Waktu Tetap Bermanfaat
Saya kadang berpikir tentang waktu yang Allah berikan kepada manusia.
Setiap manusia diberi waktu yang sama 24 jam dalam sehari. Namun kenapa
hasilnya berbeda? Ada yang sehari-hari hanya disibukkan dengan berbagai
permainan dunia. Mencari nafkah, tidur, nonton tv, bermalas-malasan.
Begitu seterusnya setiap hari. Sedangkan waktu baginya untuk merenung,
beribadah sunah, menambah ilmu pengetahuan, dan menebar manfaat bagi
umat hampir tidak ada.
Kalau dipikir-pikir tentang waktu
yang tersisa, sesibuk apapun kita, tetap masih bisa memberi manfaat
baik bagi diri maupun bagi umat. Saya ingat salah seorang guru tahfidz
saya bercerita bagaimana dia menghafal Al Qur'an. Saat mengantar anaknya
ke sekolah yang jaraknya 30 menit perjalanan motor, bibirnya komat
kamit murojaah.
Saya ingat
seorang ulama mengajarkan anaknya untuk senantiasa berzikir. Suatu
ketika saat sedang berjalan berdua, ulama tersebut berkata kepada
anaknya, Ayo kita berzikir dari tempat ini menuju pohon itu. Sang anak
mengucapkan zikir yang dikatakan ayahnya dengan jahr. Kemudian sang ayah
mengganti zikir yang lain dengan berkata, Baca zikir ini hingga ke
pohon sana. Begitu seterusnya hingga sampai ke tempat tujuan.
Saya juga ingat bagaimana Syaikh Hasan Al Banna rahimahullah menulis bantahan buku Toha Husein, sastrawan sekuler Mesir, yang berjudul Mustaqbal Tsaqofah fi Mishr ketika beliau sedang perjalanan naik kereta. Hingga suatu hari Toha Husein menyimak bantahan tersebut, dia merasa bahagia. Dibelakang panggung Toha Husein menemui Hasan Al Banna dan memeluknya. Menurutnya bantahan itu adalah bantahan terbaik yang pernah ia dengar. Ya, begitulah bantahan terbaik yang ternyata ditulis saat berada di dalam kereta.
Faidzafaraghta fanshab waila rabbika farghab. Kalau sudah selesai satu urusan, selesaikan urusan yang lain. Kalau sudah dunia, jangan lupa akhirat. Kalau sudah akhirat, jangan lupa dunia. Begitu seterusnya kita mengisi waktu dengan kebaikan hingga ajal datang menjemput kita.
Saya juga ingat bagaimana Syaikh Hasan Al Banna rahimahullah menulis bantahan buku Toha Husein, sastrawan sekuler Mesir, yang berjudul Mustaqbal Tsaqofah fi Mishr ketika beliau sedang perjalanan naik kereta. Hingga suatu hari Toha Husein menyimak bantahan tersebut, dia merasa bahagia. Dibelakang panggung Toha Husein menemui Hasan Al Banna dan memeluknya. Menurutnya bantahan itu adalah bantahan terbaik yang pernah ia dengar. Ya, begitulah bantahan terbaik yang ternyata ditulis saat berada di dalam kereta.
Faidzafaraghta fanshab waila rabbika farghab. Kalau sudah selesai satu urusan, selesaikan urusan yang lain. Kalau sudah dunia, jangan lupa akhirat. Kalau sudah akhirat, jangan lupa dunia. Begitu seterusnya kita mengisi waktu dengan kebaikan hingga ajal datang menjemput kita.
Komentar
Posting Komentar