Adab Kepada Dua Ulama yang Berbeda Pendapat
Akhlak seorang muslim kepada saudaranya adalah cerminan hatinya yang
bersih. Maka melahirkan kasih sayang yang sangat indah diantara
keduanya. Asyiddau alal kuffar dan Ruhama bainahum adalah dua
karakteristik yang dimiliki umat Nabi Muhammad Saw.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah adalah seorang mujtahid di madzhab Hanbali. Meski
banyak perbedaan pandangan, Ibnu Taimiyyah tetap menghormati ulama
madzhab lain.
Pada suatu saat, ‘Alauddin Al Baji (724 H), salah satu ulama madzhab As Syafi’i,
mutakallim dari kalangan Asy`ari, yang mempunyai majelis perdebatan
bertemu dengan Ibnu Taimiyah. Al Baji berkata kepada Ibnu Taimiyah:
”Bicaralah, kita membahas permasalahan denganmu.”
Akan tetapi Ibnu Taimiyah menjawab,”Orang sepertiku tidak akan
berbicara di hadapan Anda, tugasku adalah mengambil faidah dari anda.”
(Tabaqat As Syafi’iyah Al Kubra, 10/341)
Syaikh Syamsuddin Ad Diruthi adalah ulama besar, seorang faqih Mesir bermadzhab Asy Syafi’i, pensyarah kitab Al Minhaj karya An Nawawi. Namun ketinggian ilmunya tidak menghalanginya untuk memberikan hormat kepada ulama.
Jika Syaikh Syamsuddin berpapasan dengan seorang faqih, maka ia segera turun dari kendaraan dan menyalaminya dan mencium tangannya, lalu tidak naik kendaraan kembali, kecuali setelah jauh sekali jaraknya dari faqih tersebut. Kalau tidak demikian, ia minepi hingga bersentuhan dengan tembok tepi jalan. (Al Anwar fi Adab Ash Shuhbah Indza Al Ahyar, hal. 134)
Sebagai orang awam, banyak diantara kita menghina ulama Fulan A hanya karena ingin membela ulama Fulan B. Padahal posisi kita dalam keilmuan dan ibadah sangat jauh dibawah ulama yang kita hina itu. Mungkin sejauh bumi dan langit. Selama perbedaan tersebut dapat diperdebatkan atau bukan ushuliyah yg qath'i, lebih baik kita tetap menghormati keduanya. Meskipun kita sendiri condong pada satu pendapat diantara dua pendapat yang ada.
Dua contoh diatas adalah contoh ulama-ulama Rabbaniyun. Ulama-ulama akhirat yang sangat cintanya kepada Allah SWT. Meskipun ilmunya tinggi tapi tidak menutup kemungkinan ia melihat ada kebenaran di dalamnya.
Syaikh Syamsuddin Ad Diruthi adalah ulama besar, seorang faqih Mesir bermadzhab Asy Syafi’i, pensyarah kitab Al Minhaj karya An Nawawi. Namun ketinggian ilmunya tidak menghalanginya untuk memberikan hormat kepada ulama.
Jika Syaikh Syamsuddin berpapasan dengan seorang faqih, maka ia segera turun dari kendaraan dan menyalaminya dan mencium tangannya, lalu tidak naik kendaraan kembali, kecuali setelah jauh sekali jaraknya dari faqih tersebut. Kalau tidak demikian, ia minepi hingga bersentuhan dengan tembok tepi jalan. (Al Anwar fi Adab Ash Shuhbah Indza Al Ahyar, hal. 134)
Sebagai orang awam, banyak diantara kita menghina ulama Fulan A hanya karena ingin membela ulama Fulan B. Padahal posisi kita dalam keilmuan dan ibadah sangat jauh dibawah ulama yang kita hina itu. Mungkin sejauh bumi dan langit. Selama perbedaan tersebut dapat diperdebatkan atau bukan ushuliyah yg qath'i, lebih baik kita tetap menghormati keduanya. Meskipun kita sendiri condong pada satu pendapat diantara dua pendapat yang ada.
Dua contoh diatas adalah contoh ulama-ulama Rabbaniyun. Ulama-ulama akhirat yang sangat cintanya kepada Allah SWT. Meskipun ilmunya tinggi tapi tidak menutup kemungkinan ia melihat ada kebenaran di dalamnya.
Komentar
Posting Komentar