Umat Islam VS Media Massa Sekuler
Hampir
seluruh media massa saat ini adalah pendukung Jokowi, Ahok, dan kaum sekuler
lainnya. Walaupun mereka sesekali mengkritik tapi seringkali apa yang mereka
kritik itu bukan substansi sesungguhnya atau bukan terkait masalah-masalah
besar. Bila ada tokoh umat mengkritik tokoh-tokoh sekuler dari kalangan mereka,
ramai-ramai media membela tokoh sekuler itu. Karena mereka mungkin menyadari
bahwa menjatuhkan kewibawaan tokoh-tokoh sekuler sama saja meruntuhkan
sekularisme itu sendiri! Oleh karena itu, tokoh-tokoh sekuler itu harus dibela
habis-habisan. Salah satu caranya adalah membuat opini tandingan seolah tokoh
umat tersebutlah yang berbahaya bagi rakyat.
Dalam
kasus Ahok vs DPRD DKI misalnya, pengamat seperti Effendi Ghozali misalnya
mengatakan Ahok dikeroyok oleh anggota dewan. Jelas sekali pengamat seperti
Effendi Ghozali walaupun kadang berusaha tampil objektif, namun seringkali
memperlihatkan wujud aslinya sebagai pengamat yang tidak netral.
Taruhlah
Ahok dikeroyok anggota dewan, maka yang terjadi saat ini juga anggota dewan
dikeroyok media massa. Lebih parah mana, dikeroyok anggota dewan yang jumlahnya
segelintir orang dan acapkali hanya mampu mempengaruhi segelintir orang lainnya
atau dikeroyok media massa yang mampu mempengaruhi rakyat Indonesia secara
keseluruhan; bisa saja yang haq dikatakan batil dan yang batil dikatakan haq.
Baru-baru
ini juga beberapa lembaga survei mengungkapkan hasil surveinya yang menyebutkan
60-70% rakyat jakarta mendukung Ahok. Saya tidak terlalu heran dengan hasil
survei ini karena mereka (LSI dan Cyrus) adalah lembaga survei pendukung Ahok.
Media
massa sering mengopinikan seolah Ahok berada diposisi terzalimi padahal mulut
Ahok, kata orang betawi, gede bacot; sering berkata kasar dan merendahkan
bawahannya. Bagaimana bisa ia ditampilkan sebagai orang yang terzalimi
sementara disisi lain dia tampil menzalimi?! Ahok mengatakan Legislatif dan Eksekutif
sama-sama tukang garong. Apakah dia tidak menyadari bahwa dirinya bagian dari
eksekutif? Apa yang terjadi sesungguhnya? Bukannya membersihkan internalnya
atau aparat birokrasinya, dia malah ingin membangun pencitraan untuk dirinya
pribadi.
Umat
jangan sampai terperosok pada lubang pencitraan untuk yang kedua kalinya. Akal
kritis dan hati nurani harus terus dimainkan. Jika tidak, saya takutkan
sekularisme merajalela, orang-orang saleh disingkirkan dan syiar-syiar Islam
dipadamkan. Percaya atau tidak, hal itu sudah mulai terjadi saat ini.
Iyo
BalasHapus