Membaca Fenomena Keberanian 'Menyerang' Islam Secara Terang-terangan (2)
Kami berkuasa maka pemaaf sifat kami,
Tatkala kalian berkuasa
Darah pun mengalir rata
Tidaklah mengherankan perbedaan diantara kita
Karena setiap bejana merembes sesuai isinya.
Syair yang ditulis Dr. Musthafa As Siba’i dalam
bukunya yang berjudul "Peradaban Islam Dulu, Kini, dan Esok" menggambarkan realitas umat Islam dan orang-orang
kafir ketika mereka berkuasa. Bahwa umat Islam ketika berkuasa maka memaafkan
adalah sifat mereka. Namun ketika orang kafir yang berkuasa, maka mereka
melakukan perbuatan zalim kepada umat Islam. Kejadian seperti ini sudah banyak
contohnya. Seperti yang terjadi di Ambon-Maluku, Tolikara, Manokwari, Myanmar,
Palestina, Philipina, dan Uyghur-China.
Dalam peperangan Tartar di
negeri Syiria banyak orang-orang Islam, Yahudi, dan Nashrani menjadi tawanan
pasukan Tartar. Syaikh Ibnu Taimiyah dengan gagah berani menemui pemimpin Tatar
untuk membicarakan persoalan tawanan dan pembebasan tawanan mereka. Pemimpin
Tatar mengabulkan pembebasan tawanan kaum muslimin saja, tidak dengan kaum
Nashrani dan Yahudi. Namun Syaikh, yang di dunia Barat dikenal sebagai ulama
fundamentalis-ekstrimis, menolak! Ia berkata: "Yang harus dibebaskan
adalah semua tawanan yang ada pada Anda, termasuk kaum Yahudi dan Nashrani.
Mereka ini adalah ahli dzimmah kami. Kami tidak akan membiarkan seorang tawanan
pun baik dari ahli dzimmah maupun ahli millah." (lihat buku Peradaban Islam Dulu, Kini dan Esok karya
Dr. Musthafa As Siba'i, lihat juga buku Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah karya Abul Hasan Ali An Nadwi).
Syaikh Muhammad Hasan salah seorang ulama pendukung
Presiden Muhammad Mursi mengatakan berikut ini ketika Mursi berhasil
memenangkan pemilu Presiden Mesir: "Saya berpesan kepada saudaraku umat
Nashrani Koptik: “Demi Tuhan yang memiliki Ka’bah! Sungguh kalian hidup bersama
kami berabad-abad dan kalian akan tetap hidup bersama kami berabad-abad lagi ke
depannya dengan aman, tentram di bawah syariat Allah swt. dan Rasul-Nya, karena
pengikut syariah tidak akan rela kezhaliman menimpa kalian selamanya, karena
kalian adalah wasiat Nabi Muhammad saw., kami dan kaliam menaiki bahtera satu,
jika bahtera ini selamat, maka kita semua akan selamat, jika bahtera ini hancur
maka kita semua hancur."
Lebih lanjut kesaksian seorang Yahudi bernama Max
I. Dimon menyatakan bahwa “salah satu akibat dari toleransi Islam adalah
bebasnya orang-orang Yahudi berpindah dan mengambil manfaat dengan menempatkan
diri mereka di seluruh pelosok Empirium Islam yang amat besar itu. Lainnya
ialah bahwa mereka dapat mencari penghidupan dalam cara apapun yang mereka
pilih, karena tidak ada profesi yang dilarang bagi mereka, juga tak ada
keahlian khusus yang diserahkan kepada mereka.”
Pengakuan Max I. Dimon atas toleransi Islam pada
orang-orang Yahudi di Spanyol adalah pengakuan yang sangat tepat. Ia bahkan
menyatakan bahwa dalam peradaban Islam, masyarakat Islam membuka pintu masjid,
dan kamar tidur mereka, untuk pindah agama, pendidikan, maupun asimilasi.
Orang-orang Yahudi, kata Max I. Dimon selanjutnya, tidak pernah mengalami hal
yang begitu bagus sebelumnya.
Ketika orang-orang kafir sangat masif menyerang
Islam akhir-akhir ini, sesungguhnya kejadian itu menimbulkan tanda tanya.
Apakah kondisi orang kafir sudah mulai berada di atas umat Islam sehingga
mereka begitu mudah dan terang-terangan; tanpa takut lagi, menyerang Islam? Atau
kondisi umat Islam saat ini yang telah terkontaminasi oleh pemikiran sekuler
dan opini-opini sesat orang-orang kafir sehingga seolah mereka tak berdaya
dalam menghadapi serangan kotor tersebut?
Kita ketahui bersama bahwa pelaku utama korupsi
yang banyak merugikan negara hingga trilyunan justru dipraktikkan oleh
orang-orang kafir. Namun media sekuler dan kafirin mengerdilkannya dan justru
membesar-besarkan berita korupsi yang dilakukan oleh segelintir umat Islam.
Lalu di caplah bahwa pelaku utama korupsi di negeri ini adalah umat Islam. Umat
Islam adalah biang keroknya! Siapa Eddi Tanzil yang korupsinya mencapai 9
trilyun jika nilai tukar rupiah mengalami depresiasi sekitar 700 %, jauh lebih
dahsyat dari nilai skandal Bank Century yang hanya Rp 6,7 triliun? Lalu siapa
koruptor-koruptor BLBI yang korupsi Rp 225 trilyun, Hendra Rahardja yang
merugikan negara sebesar Rp 2,6 triliun, Maria Pauline yang merugikan negara
sebesar Rp 1,7 triliun, Anton Tantular yang merugikan negara Rp 3,11 triliun,
Dewi Tantular yang merugikan negara Rp 3,11 triliun, Tony Suherman yang
merugikan negara sebesar Rp 209 miliar dan 105 juta dollar Amerika, Lesmana
Basuki diduga merugikan negara sebesar Rp 209 miliar dan 105 juta dollar
Amerika, Marimutu Sinivasan merugikan negara Rp 20 miliar, Sukanto Tanoto
diduga merugikan negara sebesar 230 juta dollar Amerika?
Belum lagi bila membicarakan kasus yang melibatkan
Miranda Goeltom, Theo Toemion, Freddy Harry Sualang mantan, Panda Nababan, Max
Moein, Ni Luh Mariani Tirta Sari, Olly Dondokambey, Rusman Lumbatoruan, Willem
Tutuarima, Poltak Sitorus, Aberson M Sihaloho, Jeffey Tongas Lumban Batu,
Matheos Pormes, Engelina A Pattiasina, Sengman Tjahja, Basuki, Elizabeth Liman,
Yudi Setiawan, Artalyta Suryani alias Ayin dsb.
Jangankan ketika menjadi mayoritas, ketika menjadi
minoritas pun orang-orang kafir telah banyak membuat kerusakan. Namun atas nama
Hak Asasi Manusia kemudian kerusakan itu mereka tutup seolah tidak pernah ada.
Mereka menuduh orang Islam sebagai koruptor, atau PKS, misalnya, sebagai partai
terkorup, maka bila dibanding dengan korupsi yang dilakukan orang kafir atau
korupsi partai-partai sekuler, maka itu tidak ada apa-apanya meskipun tentu
saja korupsi besar atau kecil itu salah.
Sejarah adalah pelajaran berharga bagi kita. Sekali lagi bukan
karena kita dendam dengan mereka, justru kita memaafkan mereka, tapi agar
kejahatan mereka tidak terulang lagi dikemudian hari. Bahwa kita, hari ini,
haruslah mencegah kezaliman itu berulang, tidak hanya kepada diri kita, bahkan
kepada mereka yang tidak seagama dengan kita. Mulai dari diri kita, sadar akan
posisi kita sebagai muslim di negeri ini, sadar bahwa keislaman kita hari ini
adalah berkat perjuangan para leluhur kita; para ulama, orangtua kita,
orang-orang saleh, para dai yang gigih berjuang menyerukan kalimat Allah.
Sedangkan hari esok, anak-cucu kita, keislamannya ditentukan oleh apa yang kita
perjuangkan hari ini. Bila hari esok peradaban Islam itu luntur di negeri ini,
jangan salahkan siapa-siapa. Salahkan diri kita sendiri mengapa berdiam diri.
Komentar
Posting Komentar