Benarkah Arab Saudi Biang Pemberontakan Terhadap Khalifah Utsmaniyah?
Selama ini saya sering
mendengar dari salah satu harokah sebelah yang sering meributkan bahwa kerajaan
Arab Saudi adalah salah satu penyebab runtuhnya Daulah Khilafah Utsmaniyah.
Lalu mereka mengatakan bahwa kerajaan Arab Saudi berkomplot dengan Inggris
untuk mengusir Daulah Khilafah dari tanah Arab. Akhir-akhir ini yang meributkan
hal ini tidak hanya dari harokah tersebut, tapi juga sebagian dari saudara saya
dari ASWAJA dan dari kelompok syiah yang berwajah sunni. Apakah benar yang
terjadi seperti itu? Saya bukan orang yang sering mereka sebut sebagai
"wahabi". Dalam beberapa pendapat, saya berbeda dengan kelompok ini.
Namun saya selalu ingin bersikap adil, entah kepada kawan dekat maupun kawan
jauh, dan kepada musuh sekalipun. Agar saya dapat lebih obyektif dalam menilai.
Pertama, wilayah Daulah
Utsmaniyah terbentang luas dari Asia, Afrika, hingga sebagian Eropa. Arab Saudi
hanyalah sedikit wilayah dari sekian besar wilayah Daulah Utsmaniyah. Jika Arab
Saudi yang dipermasalahkan, lalu mengapa negara-negara lain bekas wilayah
Daulah Utsmaniyah tidak dipermasalahkan? Jika Arab Saudi yang notabene sebagai
negara berbasis syariah, mengapa negara lain yang jauh lebih sekuler tidak
dipermasalahkan? Taruhlah Arab Saudi memang betul melepaskan diri dari Daulah
Utsmaniyah, lalu bagaimana dengan negara lain yang juga melepaskan diri dari
Daulah Utsmaniyah, bahkan banyak negara yang sudah jauh-jauh hari sebelum
berdirinya kerajaan Arab Saudi sudah menyatakan berpisah dari Daulah
Utsmaniyah?
Negara atau wilayah yang
mula-mula memisahkan diri dari Daulah Utsmaniyah adalah apa yang disebut
sebagai Daulah Shafawiyah di zaman dulu atau Iran yang dikenal sekarang. Negara
Iran sudah kita ketahui bersama adalah negara yang berpaham Syiah. Tidak hanya
memisahkan diri dari Daulah Utsmaniyah, Daulah Shafawiyah juga menyebarkan
Syiah dan merongrong kekuasaan Daulah Utsmaniyah dengan membunuhi ribuan
ahlussunnah dan menghancurkan banyak masjid.
Pemimpin Utsmaniyah, Sultan Salim, menanggapi serius upaya yang dilakukan oleh Daulah Shafawiyah terhadap rakyatnya. Pada tahun 920 H/1514 M, Sultan Salim membuat keputusan resmi tentang bahaya pemerintah Iran ash-Shafawi. Ia memperingatkan para ulama, para pejabat, dan rakyatnya bahwa Iran dengan pemerintah mereka ash-Shafawi adalah bahaya nyata, tidak hanya bagi Turki Utsmani bahkan bagi masyarakat Islam secara keseluruhan. Atas masukan dari para ulama, Sultan Salim mengumumkan jihad melawan Daulah Shafawiyah. Sultan Salim memerintahkan agar para simpatisan dan pengikut Daulah Shafawiyah yang berada di wilayahnya ditangkap dan bagi mereka yang melakukan pelanggaran berat dijatuhi sangsi hukuman mati (Juhud al-Utsmaniyin li Inqadz al-Andalus).
Peperangan antara Daulah Syiah Shafawi dengan umat Islam yang diwakili Turki Utsmani pun benar-benar terjadi. Sadar bahwa Turki Utsmani begitu besar untuk ditaklukkan, ash-Shafawi menjalin sekutu dengan orang-orang kafir Eropa yakni orang Kristen Portugal kemudian Kerajaan Inggris. Di antara poin kesepatakan kedua kelompok ini adalah Portugal membantu Shafawi dalam perang terhadap Bahrain, Qathif, dan Turki Utsmani.
Panglima Portugal, Alfonso de
Albuquerque, mengatakan, “Saya sangat menghormati kalian atas apa yang kalian
lakukan terhadap orang-orang Nasrani di negeri kalian. Sebagai balas jasa, saya
persiapkan armada dan tentara saya untuk kalian dalam menghadapi Turki Utsmani
di India. Jika kalian juga ingin menyerang negeri-negeri Arab atau Mekah, saya
pastikan pasukan Portugal ada di sisi kalian, baik itu di Laut Merah, Teluk
Aden, Bahrain, Qathif, atau di Bashrah, Syah Ismail akan melihat saya di Pantai
Persia dan saya akan melakukan apa yang dia inginkan.” (Qira'ah Jadidah di Tarikh al-Utsmaniyin).
Tawaran kerja sama Portugal ini bukanlah sesuatu yang tanpa pamrih, mereka menginginkan membangun sebuah pangkalan di Teluk Arab. Bantuan kerja sama militer ini juga menjanjikan pembagian wilayah taklukkan; Shafawi mendapatkan Mesir dan Portugal diiming-imingi dengan tanah Palestina (Qira'ah Jadidah di Tarikh al-Utsmaniyin). Pasukan Salib Portugal mengetahui, bekerja sama dengan negeri-negeri muslim Teluk atau mengadakan kontak senjata dengan mereka akan berbuah kegagalan terhadap misi mereka. Shafawi adalah pilihan tepat bagi mereka untuk masuk memuluskan misi mereka di dunia Arab.
Jadi, bila ingin menyalahkan Kerajaan Arab Saudi dalam hal ini, maka salahkan juga negara-negara lainnya. Salahkan juga Mesir, Suriah, Yordania, Libya, dan seterusnya, mengapa mereka memisahkan diri dari Daulah Utsmaniyah dan terlebih lagi mendirikan negara sekuler atau jauh dari syariat. Dan yang patut disalahkan lagi adalah dengan Iran. Mereka tidak hanya memisahkan diri dari Daulah Utsmaniyah, tetapi juga merongrong kekuasaan Daulah Utsmaniyah yang sunni dan membunuhi rakyatnya yang ahlussunnah.
Itu namanya sama saja dengan mengambil kesalahan orang lain untuk membenarkan kesalahan diri sendiri...kalau begitu rame-rame saja kita buat salah.
BalasHapusseharusnya Arab Saudi menjadi contoh bagi negara lain karena tempat lahirnya khilafah pertama bukan malah memisahkan diri
BalasHapusAlasannya arab saudi mendakhwahkan tauhid dan sunnah Rosulullah berdasarkan pemahaman para sahabat, sedangkan kaum musyrik dan kaum bid'ah dan kaum sufi serta syiah dibongkar kesesatannya oleh ulama2 arab saudi. Sehingga kaum sesat tersebut bersatu padu melakukan propaganda mencela arab saudi dari semua sisi. Jadi periksa diri2 kita...siapa yg qolbunya membenci dakhwah tauhid dan sunnah, segera merenung
BalasHapus...
kalau saya sendiri sangat suka dengan Salaf tapi tidak dengan Arab Saudi, dakwah salaf memang mengharamkan pemberontakan terhadap pemimpin.
BalasHapusnamun sejarah tidak bisa dipungkiri, Arab Saudi memberontak terhadap Kekhalifahan Utsmani adalah fakta, dan ini merupakan kontradiksi.
kalau Salaf mengajarkan haramnya memberontak, beranikah ulama Salaf menasehati pemimpin mereka terdahulu agar tidak memberontak pada zaman itu?
coba kita telaah dan ambil contoh di Indonesia, praktek bid'ah dan sufi juga merajalela, kenapa Salaf tidak berupaya memisahkan diri seperti Arab Saudi dulu?
karena pemberontakan Arab Saudi memang ada "Udang di balik batu"
Wallahua'lam.
Wilayah nejd(cikal bakal arab saudi)tidak pernah masuk ke dalam daulah utsmaniyah.Coba deh liat dulu peta wilayah turki utsmani.
BalasHapusIni paling lucu. Bagaimana ga masuk namanya khilafah jelas 2 memerintah di dua tanah suci. Wkwkwkw. Aduh ampun .jelas pemberontakan pernah terjadi dan sejarah mencatat jendral dari Mesir lah yg menghabisi Wahab dan yg lainya . Lalu sejarahe mencatat gubernur di dua tanah suci di tunjuk oleh khilafah Utsmaniyah . Dan seharah mencatat terus dan terus tentang kesalahan ucapan anda . Aneh
HapusNajd pernah dikuasai Usmaniyah. Tanah Haram dan Teluk pun dikuasai Usmaniyah, apalagi Najd.
HapusYa sama saja berarti....
BalasHapusYang Jelas kerajaan saudi harus dibubarkan
BalasHapusHaha, pelencengan sejarah.
BalasHapusMakanya baca sejarah dari akarnya, jgn baca artikel model gini. Isinya adu domba dan copas.
Maaf ya, di bagian paling bawah _Salahkan juga Mesir, Suriah, Yordania, Libya, dan seterusnya_
BalasHapusBaca sejarah bang. Mesir, Suriah, Yordania, Libya, dll itu bukan memberontak Usmaniyah. Mereka terpaksa terlepas dari Usmaniyah karena kekalahan Usmaniyah di Perang Dunia Pertama. Negara-negara tersebutpun tidak langsung merdeka. Mereka selepas Usmaniyah, merasakan yang namanya penjajahan.
Beda kasus dengan Iran dan Arab Saudi.