Manfaat dari Menulis Pemikiran Kita Sendiri
Saya berpikir, alangkah pentingnya menulis pemikiran kita dalam sebuah tulisan ataupun buku. Agar orang tahu apa sejatinya kita. Agar orang bisa langsung membaca dan mengomentari pemikiran kita dan mengungkap tentang benar atau tidaknya diri kita. Bukan sebatas kata fulan dan fulan tentang kita, yang bisa saja salah memahami sejatinya kita.
Saya mengambil satu contoh saja. Yaitu sosok Imam Abu Hasan Asy Syadzili. Beliau adalah pendiri tarekat Syadziliah. Sekilas dari sejarah yang saya baca tentang diri beliau, beliau adalah sufi yang hanif atau dalam bahasa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, shufiyyah al haqaiq.
Selain dikenal sebagai seorang sufi, beliau juga dikenal sebagai ahli hadits dan fuqaha terutama mazhab Maliki. Keahlian ini membuatnya memiliki pengendalian diri terhadap segala bentuk aktivitas kesufiannya. Baginya, mengikuti sunnah Rasulullah merupakan sebuah syarat untuk sukses melangkah di jalan kesufian.
Pemikiran ini sepertinya tidak jauh berbeda dengan pemikiran kaum sufi generasi awal, ditambah Imam Junaid Al Baghdadi, Imam Al Ghazali, dan Imam Abdul Qadir Al Jailani. Yang menjadi catatan penting adalah, mereka semua adalah ahli hadits dan fukaha.
Mungkin satu yang kurang dari Imam Asy Syadzili ini, tidak adanya buku yang secara utuh memuat pemikiran yang ditulis oleh diri beliau sendiri. Yang kita dapat tentang tarekat syadziliyah adalah lebih banyak berdasarkan uraian yang disampaikan pengikutnya, entah benar atau tidak. Tetapi akan berbeda jika beliau menulis maka orang akan dengan mudah menilai secara langsung sejatinya beliau. Jika tarekat syadziliyah menyimpang hari ini, kita tidak tahu apakah awalannya memang seperti itu adanya. Sama seperti halnya tarekat-tarekat lainnya, seperti qadiriyah dan naqsabandiyah.
Menelusuri rekam jejak pemikiran ulama lebih tsiqoh rasanya jika kita langsung membaca karya-karya ulama tersebut. Adapun karya-karya ulama lain yang mengomentarinya, hanya sebagai tambahan dan pelengkap saja.
Komentar
Posting Komentar