Menyibak Tabir Syiah Kontemporer (1)

Dulu saya pernah kepincut dengan gerakan syiah seperti Hizbullah dari Libanon dan juga tokohnya seperti Khomaini. Pertama kali buku syiah yang saya miliki dan saya baca adalah karya seorang ulama syiah asal Libanon, Muhammad Husain Fadhlullah, yang berjudul Islam dan Logika Kekuatan. Alasan saya membelinya adalah karena judul dan sinopsisnya yang menarik. Saat itu saya masih duduk dibangku SMA. Tanpa pikir panjang dan pengetahuan saya yang terbatas mengenai syiah, saya menelan isinya begitu saja. Kakak saya yang mengetahui saya membeli buku tersebut pun ikut membacanya. Kakak saya saat itu juga sedang keranjingan membaca buku-buku Islam. Hanya saja, dia lebih paham bahaya tentang syiah dibanding saya. Setelah membacanya, kakak saya memberi beberapa catatan peringatan dibeberapa halaman buku tersebut, "Hati-hati ini pemikiran syiah!" Pada waktu itu saya tidak peduli dengan peringatan kakak saya tersebut.

Sewaktu perang Hizbullah-Israel tahun 2006 lalu, saya semakin terkesima dengan gerakan syiah. Tokohnya, Hasan Nashrullah begitu saya kagumi karena keberanian dan khutbah-khutbahnya yang membakar semangat. Saya menonton beberapa cuplikan video perjuangannya, semakin menambah kecintaan saya pada gerakan syiah ini. Hal ini mengingatkan saya dengan buku syiah karya Fadhlullah di atas. Karena ternyata Husain Fadhlullah adalah penasehat spiritual Hizbullah. Tapi ada yang mengganjal di hati saya, mengapa Hizbullah selalu membawa-bawia foto-foto Khomaini dalam setiap aksi-aksinya? Hizbullah di Libanon sedangkan Khomaini di Iran. Apakah Hizbullah masih dalam satu komando Khomaini? Dari sini saya tidak menemukannya di negara-negara sunni. Jawaban dari pertanyaan itu nantinya akan anda temukan dalam tulisan ini.

Saya mulai tidak suka dengan gerakan syiah ketika konflik Suriah mulai memuncak. Di mana gerakan syiah Iran dan Hizbullah ikut-ikutan menyerang dan membunuhi saudara saya dari ahlussunnah. Mulailah saya membaca buku dan artikel-artikel tentang bahaya syiah. Saya begitu terkejut, begitu banyaknya perbedaan baik yang furu maupun yang ushul dengan kalangan ahlussunnah. Rujukannya bukan hanya dari perkataan ulama-ulama ahlussunnah, tapi dari buku-buku dan perkataan ulama-ulama syiah itu sendiri. Salah satu ajaran yang paling berbahaya dari syiah adalah taqiyah yaitu menyembunyikan kebusukan hati mereka dengan alasan kondisi belum memungkinkan untuk mengungkap kebusukan tersebut. Saya katakan "kebusukan" sedangkan bagi mereka adalah "kebenaran". Bagi mereka, taqiyah adalah dien itu sendiri; fardhu ain untuk diamalkan seperti halnya shalat fardhu. Bahkan lebih fardhu daripada shalat fardhu itu sendiri. Al Kulaini, Ulama besar syiah, berkata, “Tidak beragama orang yang tidak menggunakan konsep taqiyah.” (al-Kulaini, Ushul al-Kafi, jilid II, hal. 217).

Ibnu Babawaih, tokoh besar Syiah klasik, berfatwa bahwa hukum menerapkan taqiyah itu wajib, seperti kewajiban menjalankan shalat. Ia mengatakan; “Keyakinan kita tentang hukum taqiyah adalah wajib, barangsiapa yang meninggalkan taqiyah sama halnya dengan meninggalkan shalat.” (Ibnu Babawaihi, al-I’tiqadat, hal. 114).

Dalam keyakinan Syiah, taqiyah merupakan pilar-pilar utama agama. Taqiyah diserupakan dengan Sembilan persepuluh dari agama mereka. Sementara rukun-rukun Islam dan kewajiban dalam Islam lainnya hanya sepadan dengan satu persepuluh. Ini artinya, taqiyah lebih utama daripada rukun Islam. (Al-Kafi, juz II hal. 217, Badzlul Majhud juz II hal. 637).

Prof. Ali Muhammad al-Syalabi menerangkan, dalam Syiah ada empat unsur pokok ajaran taqiyah; Pertama, Menampilkan hal yang berbeda dari apa yang ada dalam hatinya. Kedua, taqiyah digunakan dalam berinteraksi dengan lawan-lawan Syiah. Ketiga, taqiyah berhubungan dengan perkara agama atau keyakinan yang dianut lawan-lawan. Keempat, digunakan di saat berada dalam kondisi mencemaskan (Ali Muhammad al-Syalabi, Fikr al-Khawarij wa al-Syiah fi Mizan Ahlissunnah wal Jama’ah, hal. 311).

Prof. Muhammad Baharun dalam bukunya yang berjudul "Tantangan Syiah terhadap Ahlus Sunnah"di hal 108 mengatakan, topeng taqiyah Syiah menjadi masalah dalam interaksi dengan Ahlus Sunnah. Dakwah Syiah yang menggunakan taqiyah kerap mengelabuhi umat. Banyak pengikut Syiah tidak mengaku Syi’i secara konsekuen dan terang-terangan. Mereka Syi’i biwajhin Sunni (Syiah berwajah Sunni). Pengelabuhan ini memiliki target khusus. Setelah mereka menguasai, baru menampakkan wujud aslinya.

Artinya, orang syiah itu seperti musuh dalam selimut. Pengkhianat yang sewaktu-waktu menikam dari belakang. Salah satu bukti nyata pengkhianatan syiah kontemporer adalah keterlibatan mereka dalam penggulingan Presiden Mesir yang sah, Muhammad Mursi. Situs bersamadakwah.com pada bulan Juli 2013 melaporkan, "Kelompok Syiah dilaporkan tengah bergerak untuk menggulingkan Presiden Mesir Muhammad Mursi. Mereka memobilisasi lebih dari 100 ribu warga Mesir penganut Syiah menandatangani pernyataan pemberontakan yang bertujuan menarik kepercayaan terhadap pemerintahan Mursi.

Juru bicara komunitas Syiah Mesir Bahaa Anwar dalam pernyataannya Sabtu (1/6) lalu mengatakan, sebanyak 100.253 orang Syiah Mesir telah menandatangani pernyataan itu. Sebagian penandatangan tinggal di luar negeri, lapor Al-Ahram.

Selain Syiah, kalangan sekuler Mesir adalah motor kampanye “pemberontakan” itu. Mereka mengklaim, sejak “pemberontakan” digulirkan 1 Mei 2013 lalu, sampai saat ini sudah terkumpul 7 juta tanda tangan.

Kampanye tersebut berusaha mendapatkan 15 juta tanda tangan guna mengeluarkan mosi tidak percaya kepada Mursi, untuk melampaui 13,2 juta suara yang didapat Mursi dalam pemilu presiden yang dimenangkannya tahun lalu."

Sejarah pengkhianatan syiah sangat panjang. Sejarahnya mungkin sama panjangnya dengan sejarah Islam itu sendiri khususnya bermula sejak zaman Khalifah Umar bin Khaththab yang dibunuh oleh Abu Lu’luah Al-Majusi. Abu Lu'luah oleh orang syiah dijuluki "Baba Syujauddin" (sang pembela agama yang gagah berani).

Salah satu sejarah pengkhianatan mereka disebutkan oleh sejarawan Mesir, Imam Al-Maqrizi dalam kitab-nya (as-suluk), tentang rencana pembunuhan pahlawan Islam, Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi. Mereka adalah orang-orang yang berusaha menegakkan kembali daulah Syiah Fatimiyah di Mesir yang sebelumnya dihancurkan oleh Shalahuddin. Alhamdulillah, Sultan Shalahuddin berhasil menggagalkan rencana itu dengan membasmi mereka terlebih dahulu sebelum rencana mereka dilaksanakan.

Keterangan foto: Mahmud Badr, salah satu tokoh kudeta terhadap Presiden Mesir yang sah, Muhammad Mursi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peran Hadratusy Syaikh Hasyim Asy'ari dalam Perjuangan Bangsa

Manfaat Mempelajari Tafsir Alquran

Akibat Berbuat Zalim

Tiga Sebab Keruntuhan Peradaban Islam di Andalusia

Mengapa Banyak Orang Barat Menjadi Ateis?