Jangan Diam, Jadilah Pembela Islam!
Saya teringat dengan apa yang
disampaikan oleh guru saya, Prof. Dr. Afif Muhammad, salah seorang guru besar
UIN Bandung. Dalam suatu ceramahnya beliau berkata, dengan mengutip perkataan
Imam Abul A'la Al Maududi, "Bila kita baru mempunyai silet untuk dapat
menebang pohon, maka tebanglah pohon tersebut dengan silet tersebut!"
Saya menangkap pesan tersebut bahwa seorang muslim mestilah memiliki sumbangsih sedikit atau banyak untuk kejayaan Islam. Bila kita tak punya harta benda untuk bersedekah, kita masih punya ilmu, tenaga, dan waktu yang dapat kita gunakan untuk memberikan manfaat bagi orang lain. Jangan hanya karena kita tidak punya harta untuk bersedekah, lalu kita, juga berhenti dari memberi manfaat dan kebaikan untuk orang lain.
Saya menangkap pesan tersebut bahwa seorang muslim mestilah memiliki sumbangsih sedikit atau banyak untuk kejayaan Islam. Bila kita tak punya harta benda untuk bersedekah, kita masih punya ilmu, tenaga, dan waktu yang dapat kita gunakan untuk memberikan manfaat bagi orang lain. Jangan hanya karena kita tidak punya harta untuk bersedekah, lalu kita, juga berhenti dari memberi manfaat dan kebaikan untuk orang lain.
Kadang saya geram dengan tulisan yang dibuat oleh orang-orang sekuler. Saya berkata dalam hati, jika saya punya kemampuan menulis maka akan saya hadapi mereka. Beberapa artikel pun berhasil saya buat untuk melawan pemikiran mereka. Namun bila saya tidak dapat membuatnya disebabkan ilmu saya yang sedikit, maka saya pun berkata dalam hati, "Ya Allah, mudah-mudahan ada ustadz yang diberi kemampuan menulis guna menghadang pemikiran orang-orang sekuler itu." Tetaplah bergerak menebar kebaikan meskipun gerakan itu terbatas dengan apa yang kita miliki.
Imam Ibnu Taimiyah adalah seorang ulama yang produktif menulis kitab. Kabarnya beliau telah menulis 500 an kitab. Saat beliau dipenjara, beliau masih tetap istiqomah menulis walaupun dengan arang. Karena pada saat itu, pena-pena beliau disingkirkan dari diri beliau oleh penguasa yang tidak senang kepadanya. Dari penjara itu, lahirlah kitab Majmu Fatawa, salah satu karya terbaik yang pernah beliau tulis.
Imam Hasan al-Banna pernah menulis komentar atas buku tokoh sekuler Mesir, Dr. Thaha Husein, yang berjudul Mustaqbal Tsaqofah fi Mishr (Masa Depan Kebudayaan di Mesir), yaitu ketika sedang dalam perjalanan naik kereta. Saat membedah buku tersebut di sebuah seminar, Imam Hasan Al Banna menyampaikan materi-materi yang ditulisnya di kereta. Dr. Thaha Husein mendengarnya dibelakang panggung tanpa sepengetahuan Imam Hasan Al Banna. Selesai acara tersebut beliau memeluk Imam Hasan Al Banna karena terpukau dengan materi yang disampaikan oleh sang Imam, dan berterimakasih karena telah menyampaikan pandangan secara objektif.
Banyak karya-karya hebat ditulis di dalam penjara. Prof. HAMKA menulis Tafsir Al Azhar ketika di dalam penjara. Begitupun dengan Sayyid Quthb dengan Fizhilal-nya, DR. Aidh Al Qarni dengan La Tahzan-nya, dsb. Penjara bagi mereka bukanlah tempat untuk berdiam diri. Justru penjara adalah salah satu medan jihad yang apinya terus mereka kobarkan.
Abu As Samra Adh Dharir merupakan seorang ulama besar madzhab Asy Syafi’i yang buta. Meski demikian beliau tetap bermujahadah dalam menghafal, dengan cara ditalqin. Hingga dalam setiap harinya beliau berhasil menghafal lebih dari seratus baris. Karena kepandaian serta toleransinya, meski bermadzhab Asy Syafi’i, ketika beliau berfatwa, maka fatwa disesuaikan dengan madzhab si penanya.
Kaki yang lumpuh disaat muda tidaklah menghentikan langkah Syaikh Ahmad Yasin untuk terus berjihad hingga titik darah penghabisan. Maka, janganlah diam berpangku tangan menunggu yang lain berjuang, teruslah bergerak dengan kebaikan yang kita miliki dan jadilah pembela Islam yang istiqomah.
Komentar
Posting Komentar