Enak di Kristen, Tak Enak di Muslim
Innamaa ju’ila alssabtu ‘alaa alladziina ikhtalafuu fiihi wa-inna
rabbaka layahkumu baynahum yawma alqiyaamati fiimaa kaanuu fiihi
yakhtalifuuna (QS. An Nahl: 124).
Yang akan kami tulis ini bukan untuk
memprovokasi, tapi untuk bahan renungan bagi mereka yang punya akal
sehat dan nurani bersih. Utamanya pada bulan suci Ramadhan, untuk apa
menebar kehasudan, justru tak baik menebar kebencian. Namun tidak
berarti harus tutup mulut dalam saling ingat-mengingatkan, demi
kebaikan.
Enak umat nasrani, hari Minggu adalah hari libur total sehari dan
semua kegiatan memang diliburkan secara resmi oleh pemerintah kita.
Dengan demikian, kawan-kawan nasrani bisa beribadah seleluasa mungkin,
sekhusyu' mungkin di gereja masing-masing tanpa ada gangguan apapun.
Besar-kecil, tua-muda, laki-perempuan bisa tumplek blek menyatu dalam
satu tempat ibadah yang dikehendaki.
Tidak begitu bagi umat Islam
saat melaksanakan ibadah Jum'ah. Hari Jum'ah bukanlah hari libur,
melainkan hari efektif, hari kerja biasa, di mana kaum muslimin tertentu
tetap terikat oleh kewajiban melaksanakan tugas di tempat
masing-masing. Yang kerja di kantor, di bank, di perusahaan dan
lain-lain tetap wajib masuk kerja seperti biasa.
Karena persoalan
wajib masuk kerja ini, maka para pegawai dan para pekerja rela shalat
Jum'ah di mushallah atau masjid kantor, di masjid perusahan sehingga
terpental dari masyaratnya di kampung maupun di RW-nya. Maka sudah bisa
dipastikan, ada beberapa orang yang tidak pernah bisa shalat Jum'ah
bersama masyarakatnya, di mana mereka hidup sehari-hari bertetangga dan
bercengkerama.
Baru bisa shalat Jum'ah bareng, manakala hari
Jum'ah pas tanggal merah. Hal demikian sungguh tidak pernah dirasakan,
tidak pernah menimpa umat nasrani. Oleh karena itu, adanya masjid di
kantor-kantor, di perusahaan di Mall dan sebagainya bukanlah bentuk
pemanjaan terhadap umat Islam, apalagi diskredit bagi pemeluk agama
lain, tapi sebuah sikap ngalah bagi umat Islam hingga rela shalat Jum'ah
di tempat sempit dan kurang nyaman, di banding dengan di masjid kampung
sendiri yang lega, nikmat dan guyub.
Maka benar sekali pak wakil
presiden, HM. Yusuf Kalla ketika diprotes soal adanya masjid di
kantor-kantor, tapi tak ada gereja di sana. Jawab beliau: "Oke, kalau
begitu, kita tukar saja hari libur nasionalnya. Tidak hari minggu, tapi
hari Jum'ah. Nanti akan kita buatkan gereja di kantor-kantor". Wapres
kita ini cukup berprinsip dan militan. Beruntung umat Islam di"wapresi"
beliau, sehingga kebencian terhadap Islam bisa sedikit diredam.
https://www.bangsaonline.com/berita/35449/tafsir-al-nahl-124-enak-di-gereja-tak-enak-di-masjid
Komentar:
Banyak kasus menimpa karyawan muslim di hari jumat. Mereka tidak bisa
shalat jumat karena dilarang atasannya. Lalu saya bandingkan dengan umat
nasrani yang dapat dengan leluasa beribadah di hari minggu karena
memang waktunya libur. Saya jadi heran betapa tolerannya umat Islam di
Indonesia. Saking tolerannya, keterlaluan. Bukan memanas-manasi. Tapi
itulah kenyataannya. Secara mayoritas adalah umat Islam tapi
kenyataannya tak punya kebebasan secara maksimal.
Komentar
Posting Komentar