Poligami Jangan Dilihat Enaknya Saja

Saya mendengar ada beberapa petinggi partai yang poligami. Ada yang gagal, tapi ada juga yang berhasil membina rumah tangga. Maksudnya, mungkin dia menjadi lebih baik daripada sebelum berpoligami; lebih dekat kepada Allah. Lebih takwa.

Bagaimana dengan yang tidak berhasil alias perilakunya semakin jauh dari Allah seperti korupsi atau berakhlak buruk lainnya? Sepertinya mereka tidak mampu mengatur rumah tangganya dengan baik. Persoalan ekonomi bisa saja yang melatarbelakanginya. Menambah istri bisa dikatakan menambah pengeluaran. Dengan kata lain pendapatan juga harus bertambah. Tadinya 2 juta untuk satu istri, kini harus 4 juta, 6 juta, 8 juta bila istrinya terus bertambah. Uang dari mana?

Poligami jangan mau enaknya saja tapi tanggung jawabnya kurang. Tanggung jawab disini bisa dibagi dua; tanggung jawab memberikan nafkah yang berkaitan dengan materi (duniawi), anak-istri tidak terlantar sandang-papan-pangannya. Dan yang kedua, tanggung jawab menjaga nafkah tersebut agar tetap halal; berkaitan dengan akhirat. "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..." (QS. At-Tahrim: 12)


Kalau merasa belum mampu berpoligami, ya jangan berpoligami. Puas-puasin saja dengan istri yang ada. Kalau belum puas juga, nafsu memang tidak ada istilah puasnya, direm saja dengan berpuasa dan muraqabatullah. Tujuan pernikahan selain untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi (menyalurkan syahwat biologis), juga untuk untuk membentengi akhlak yang luhur dan untuk menundukkan pandangan, dan menegakkan rumah tangga yang Islami.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peran Hadratusy Syaikh Hasyim Asy'ari dalam Perjuangan Bangsa

Manfaat Mempelajari Tafsir Alquran

Akibat Berbuat Zalim

Tiga Sebab Keruntuhan Peradaban Islam di Andalusia

Mengapa Banyak Orang Barat Menjadi Ateis?